Tahapan penentuan Lembar Kerja Pembuatan Prototipe Barang dan Jasa
Prototype produk (purwa–rupa
produk) adalah bentuk dasar dari sebuah produk, tahapan ini sangat penting
dalam rencana pembuatan produk karena menyangkut keunggulan produk yang akan
menentukan kemajuan suatu usaha di masa mendatang.
Dikatakan sebagai tahapan
yang sangat penting karena prototipe dibuat untuk diserahkan pada pelanggan
(lead–user) agar pelanggan dapat mencoba kinerja prototipe tersebut
Selanjutnya jika pelanggan
memiliki komplain ataupun masukan mengenai protipe tersebut maka industri
mendokumentasikannya untuk proses perbaikan prototipe tersebut.
Sehingga menciptakan suatu
sistem inovasi produk yang dibangun bersama-sama antara industri dan pelanggan
sebagai upaya pemenuhan kepuasan pelanggan (customers).
Prototype adalah sebuah
contoh atau model awal dari produk.
Prototype membuat ide yang
abstrak menjadi bentuk nyata yang lebih kongkrit.
Dalam design thinking, tidak
cukup hanya memikirkan ide, mendiskusikan dan membicarakannya saja. Perlu
langkah konkrit untuk membuatnya menjadi nyata.
Tujuan membuat prototipe
bukanlah untuk menguji produk yang sudah selesai, tujuan membuat prototipe
adalah untuk belajar. Menemukan kesalahan dan kegagalan sebelum produk
benar-benar diluncurkan ke pasar. Teresa Torres, seorang Product Coach,
mendefinisikan tujuan pembuatan prototipe sebagai berikut:
“Prototype simulates an
experience, with the intent to answer a specific question, so that the creator
can iterate and improve the experience.” “Prototipe memberikan gambaran, untuk
memberikan jawaban spesifik, sehingga penciptaan produk dapat diulang dan
diperbaiki.” (sebelum menjadi produk akhir).”
a) Prototyping membantu kita
berpikir. Melakukan adalah cara terbaik untuk berpikir. Membuat prototipe
membuat kita lebih mudah memikirkan ide-ide untuk menyempurnakan produk Anda.
b) Prototyping membantu kita menjawab
pertanyaan. Apakah produk kita diminati konsumen? Layak? dan bertahan lama?
c) Prototyping membantu kita
berkomunikasi. Komunikasi terbaik adalah dengan menunjukkannya, bukan sekadar
mengatakannya.
d) Prototyping membantu anda
membuat keputusan yang lebih baik.
Umpan balik yang kita
dapatkan dari calon pengguna membuat kita mampu membuat keputusan yang lebih
baik.
Metode yang direkomendasikan
dalam merancang prototipe adalah Rapid Prototyping. Bagaimana proses melakukan
Rapid Prototyping.
John Krissilas di dalam
blognya mengutip dari Jeanne Liedtka membagikan lima prinsip berikut ini.
a) Mulai dari yang kecil dan sederhana.
b) Sebuah proyek penciptaan
akan tumbuh dengan adanya pembuatan prototipe secara berulang sejak sejak dini.
Ini akan memberi ruang bagi Anda untuk mendapatkan ide-ide baru untuk
menyempurnakan produk Anda. Ini juga akan memberi kesempatan calon pengguna
untuk berkontribusi dan melengkapi produk Anda dengan masukan dari mereka.
c) Rancang kisah yang ingin
Anda ceritakan.
d) Visualisasikan konsep
Anda dalam bentuk gambar. Gunakan kata sesedikit mungkin. Tambahkan detail seiring
berjalannya waktu. Teknik storyboarding akan bermanfaat di sini.
e) Tunjukkan, jangan
katakan.
Buat prototipe-nya terlihat
nyata dengan gambar mock up, model fisik, dan pengalaman nyata. Visualisasikan
beberapa opsi.
Beri ruang bagi calon
pengguna untuk memilih. Prototyping .
Tujuan prototype adalah
untuk mendapatkan umpan balik. Jangan berdebat dan mempertahankan diri saat
orang lain memberi masukan terhadap umpan balik Anda. Biarkan mereka mevalidasi
produk Anda. Jangan berikan otoritas validasi ke orang yang menciptakannya.
Peluang lain dari pembuatan
prototipe adalah melibatkan calon konsumen dalam proses desain produk kita.
Istilah keren untuk hal ini adalah Customer Co-Creation. Dengan demikian mereka
merasa memiliki produk ini. Mereka merasa menjadi bagian dari produk ini.
Sebagai bentuk dasar produk,
prototipe memiliki bagian yang ukuran dan bahan sama seperti jenis produk yang
akan dibuat tetapi tidak harus difabrikasi dengan proses sebenarnya
ditujukan untuk pengetesan
untuk menentukan apakah produk bekerja sesuai desain yang diinginkan dan apakah
produk memuaskan kebutuhan pelanggan.
Prototipe seperti ini
disebut alpha prototype ada juga yang disebut beta prototype yang dibuat dengan
bagian yang disuplai oleh proses produksi sebenarnya, tetapi tidak rakit dengan
proses akhir ditujukan untuk menjawab pertanyaan akan performance dan ketahanan
uji untuk menemukan perubahan yang perlu pada produk final.
Tahapan prototype:
a) Pendefinisian produk,
merupakan penerjemahan konsep teknikal yang berhubungan dengan kebutuhan dan
perilaku konsumen kedalam bentuk perancangan termasuk aspek hukum produk dan
aspek hukum yang melibatkan keamanan dan perlindungan terhadap konsumen.
b) Working model, dibuat
tidak harus mempresentasikan fungsi produk secara keseluruhan dan dibuat pada
skala yang seperlunya saja untuk membuktikan konsep dari pembuatan produk dan
menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan konsep yang telah dibuat. Working
model juga dibangun untuk menguji parameter fungsional dan membantu perancangan
prototipe rekayasa.
c) Prototipe rekayasa
(engineering prototype), dibuat seperti halnya working model namun mengalami
perubahan tingkat kompleksitas maupun superioritas dari working model, dibangun
mencapai tingkat kualitas teknis tertentu agar dapat diteruskan menjadi
prototipe produksi atau untuk dilanjutkan pada tahapan produksi. Prototipe
rekayasa ini dibuat untuk keperluan pengujian kinerja operasional dan kebutuhan
rancangan sistem produksi.
d) Prototipe produksi
(production prototype), bentuk yang dirancang dengan seluruh fungsi operasional
untuk menentukan kebutuhan dan metode produksi dibangun pada skala sesungguhnya
dan dapat menghasilkan data kinerja dan daya tahan produk dan part-nya.
e) Qualified production
item, dibuat dalam skala penuh berfungsi secara penuh dan diproduksi pada tahap
awal dalam jumlah kecil untuk memastikan produk memenuhi segala bentuk standar
maupun peraturan yang diberlakukan terhadap produk tersebut biasanya untuk
diuji-cobakan kepada umum.
Untuk mematangkan produk
yang hendak diproduksi secara komersil, maka produk perlu memasuki pasar untuk
melihat ancaman-ancaman produk yang terjadi; misal: keamananan, regulasi,
tanggung jawab, ketahanan dan kerusakan (wear–and–tear), pelanggaran, siklus
break even dan polusi, dan konsekuensinya diperlukan peningkatan program
pemasaran.
Model: merupakan alat peraga
yang mirip produk yang akan dibangun (look–like– models). Secara jelas
menggambarkan bentuk dan penampilan produk baik dengan skala yang diperbesar,
1:1, atau diperkecil untuk memastikan produk yang akan dibangun sesuai dengan
lingkungan produk maupun lingkungan user.
Prototype dapat dengan
efektif dalam mengkomunikasikan konsep produk namun jangan sampai menyerupai
bentuk produk sebenarnya karena mengandung resiko responden akan menyamakannya
dengan produk akhir.